|
|
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
tulisan ini saya copy dari TAMBO RANG KURAI tulisan St Batuah, sebagai tambahan informasi yang masih minim tentang sejarah dan bagaimana awal mula rang kurai mendiami kawasan bukittinggi.
#credit untuk St Batuah
Tambo (sejarah) Kurai Lima Jorong - Bukittinggi
Berdasarkan penuturan Dt. Saribasa yang bersumber
pula dari Dt. Mangulak Basa dan kemudian ditulis oleh Dt. Rangkayo Tuo,
disebutkan bahwa yang mula-mula datang untuk bermukim di Kurai Limo
Jorong adalah dua rombongan yang datang dari Pariangan Padang Panjang.
Kedua rombongan itu yang berjumlah kurang aso saratuih (+100) orang,
mula-mula menuju Tanjung Alam dalam Nagari Sungai Tarap, sesudah itu
terus menuju ke suatu tempat yang bernama Padang Kurai. Disini rombongan
itu kemudian terbagi dua, yaitu Rombongan Pertama menuju ke Tanjung
Lasi dan Rombongan Kedua menuju ke Biaro Gadang.
Rombongan pertama, yang dikepalai oleh Bandaharo nan
Bangkah, dari Tanjung Lasi terus ke Kubang Putih, kemudian terus ke
hilir, berhenti di suatu tempat yang dinamai Gurun Lawik (daerah Kubu
Tinggi sekarang dalam Jorong Tigo Baleh). Selanjutnya perjalanan
diteruskan melalui Babeloan, berbelok ke Puhun (Barat) dan sampailah di
suatu tempat yang kemudian diputuskan untuk bermukim di situ. Tempat itu
oleh Bandaharo nan Bangkah dinamai Koto Jolong (Pakan Labuah sekarang,
dalam Jorong Tigo Baleh). Rombongan yang datang dari arah Mudik
(Selatan) ini adalah rombongan yang pertama yang sampai di Kurai Limo
Jorong.
Rombongan kedua dipimpin oleh Rajo Bagombak gelar
Yang Pituan Bagonjong. Ibunda Yang Pituan Bagonjong bernama Puti Ganggo
Hati dan adiknya bernama Puti Gumala Ratna Dewi juga ikut dalam
rombongan. Dari Biaro Gadang, yaitu dari arah Ujung (Timur), rombongan
ini kemudian menuju ke suatu tempat yang dinamai Pautan Kudo (daerah
persawahan di Parit Putus sekarang ini dan menjadi pusaka turun temurun
Yang Dipituan Bagonjong), yaitu tempat dimana Yang Pituan Bagonjong
menambatkan kudanya untuk beristirahat terlebih dahulu. Kemudian
perjalanan diteruskan menuju ke suatu tempat yang dinamai Koto Katiak
dan akhirnya sampai juga di Koto Jolong.
Setelah kedua rombongan berkumpul kembali maka
terasa tempat permukiman tidak mencukupi untuk semua anggota rombongan,
sehingga perlu diadakan musyawarah untuk bermufakat tentang
pengembangannya. Dicapailah kata mufakat untuk membuat sebuah
perkampungan lagi di sebelah Hilir (Utara) yang kemudian diberi nama
Gobah Balai Banyak (Balai Banyak sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh).
Perkampungan ini dibatasi parit di sebelah Ujung (Timur) yang dinamai
Parit Tarantang (Parik Antang sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh) dan
parit di sebelah Puhun (Barat) yang dinamai Parit Tuo (Tambuo sekarang).
Setelah beberapa lama kemudian diadakan lagi mufakat
untuk memilih dan mengangkat beberapa orang menjadi Tuo-tuo yang akan
mengurus kedua rombongan itu sehari-harinya. Hasil mufakat menetapkan
sejumlah 13 orang yang disebut Pangka Tuo, yaitu 6 orang untuk
ditempatkan di Hilir (Utara) dan 7 orang untuk ditempat-kan di sebelah
Mudik (Selatan) dan masing-masingnya diberi gelar Datuak. Semua Pangka
Tuo tersebut adalah saadaik salimbago (berada dalam satu kelembagaan)
yang disebut Panghulu Nan Tigo Baleh. Dari nama kelembagaan tersebut
maka daerah pemukiman itu kemudian diberi nama Tigo Baleh (Tiga Belas).
Adapun 6 orang Pangka Tuo yang di Hilir (Urang Nan Anam) adalah:
Dt. Gunung Ameh / Dt. Indo Kayo Dt. Mangkudun Dt. Panduko Sati Dt. Sikampuang Dt. Mangulak Basa Dt. Sari Basa Dt. Rangkayo Basa Dt. Nan Adua Dt. Mantiko Basa / Dt. Kapalo Koto Dt. Asa Dahulu Dt. Maruhun Dt. Pado Batuah Dt. Dunia Basa 2. Suku Pisang 3. Suku Sikumbang 4. Suku Jambak 5. Suku Tanjuang 6. Suku Salayan 7. Suku Simabua 8. Suku Koto 9. Suku Malayu 2. Jorong Guguk Panjang 3. Jorong Koto Salayan 4. Jorong Tigo Baleh 5. Jorong Aur Birugo - Dt. Dadok Putiah suku Pisang - Dt. Majo Labiah suku Sikumbang - Dt. Barbangso suku Tanjuang - Dt. Kampuang Dalam suku Koto - Dt. Kuniang suku Guci - Dt. Nan Gamuak suku Salayan - Dt. Pangulu Basa suku Jambak - Dt. Majo Sati suku Tanjuang - Dt. Subaliak Langik suku Guci - Dt. Sunguik Ameh suku Pisang - Dt. Tan Ameh suku Jambak - Dt. Malayau Basa suku Simabua - Dt. Indo Kayo Labiah suku Pisang - Dt. Rangkayo Basa suku Sikumbang - Dt. Nan Adua suku Koto "Manti nan Sambilan" atau sekarang disebut Panghulu nan Sambilan "Dubalang nan Duo Baleh" atau sekarang disebut Panghulu nan Duo Baleh 2. Penghulu Pucuak nan Sambilan 3. Penghulu Pucuak nan Duo Baleh 4. Empat penghulu yang dianggap termasuk Nan Duo Baleh atau Nan Duo Puluah Anam. 5. Ninik Mamak Pangka Tuo Nagari 6. Ninik Mamak Pangka Tuo Kampuang 7. Ninik Mamak Pangka Tuo Kubu 8. Ninik Mamak Pangka Tuo Hindu Pucuak Nan Balimo Panghulu Pucuak Nan Sambilan Panghulu Pucuak Nan Duobaleh Dt. Malaka, Dt. Panghulu Basa, Dt. Rangkayo Basa dan Dt. Simajo nan Panjang juga disebut Basa Ampek Balai. Acara Adat Mendirikan Panghulu
Sedangkan 7 orang Pangka Tuo yang di Mudiak (Urang Nan Tujuah) adalah:
Sebutan Urang Nan Anam dan Urang Nan Tujuah sampai
sekarang masih tetap dipakai untuk menunjukan keutamaan gelar
kepenghuluan yang bersangkutan sebagai gelar pusaka yang diwarisi dari
Tuo-tuo yang mula-mula datang bermukim di Kurai Limo Jorong, terutama
dalam mengatur posisi duduk dalam pertemuan adat (Lihat "Acara Adat
Mendirikan Penghulu").
Sesuai ketentuan di ranah Minang pada umumnya,
perkawinan hanya diperbolehkan antar suku, sedangkan kesukuan ditentukan
berdasarkan garis keturunan ibu. Jumlah suku seluruhnya ada 9 suku
yaitu:
1. Suku Guci
Dari hasil perkawinan antar suku tersebut, para
pemukim di Tigo Baleh mempunyai keturunan yang makin lama makin banyak.
Pemukiman yang semula hanya di dua tempat, yaitu Pakan Labuah dan Balai
Banyak, meluas mulai dari daerah Parak Congkak, Ikua Labuah sampai ke
Kapalo Koto. Akhirnya dalam Kerapatan Adat yang diadakan di Parak
Congkak diputuskan untuk memindahkan sebagian pemukim menyeberangi parit
Tambuo ke sebelah Puhun (Barat), untuk membuka tempat-tempat pemukiman
baru.
Sistem Pemerintahan Menurut Adat Kurai Limo Jorong
Seluruh daerah pemukiman, termasuk Tigo Baleh,
kemudian diberi nama Kurai dan dibagi menjadi 5 bagian, masing-masing
disebut Jorong atau Nagari (sehingga disebut juga Kurai Limo Jorong).
Kelima jorong tersebut masing-masing kemudian diberi nama:
1. Jorong Mandiangin
Dalam Kerapatan Adat tersebut juga diputuskan bahwa
tatkala sebagian dari Panghulu nan Tigo Baleh akan meninggalkan Tigo
Baleh maka kelembagaan tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu Panghulu nan Tigo Baleh di Dalam dan Panghulu nan Tigo Baleh di Lua.
Panghulu Nan Tigo Baleh di Dalam adalah
sebagian aggota Panghulu nan Tigo Baleh yang tetap tinggal di Tigo Baleh
ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang baru,
semuanya berjumlah 14 orang. Sedangkan Panghulu Tigo Baleh di Lua
adalah sebagian anggota Panghulu nan Tigo Baleh yang meninggalkan Tigo
Baleh, ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang
baru, yang ikut pindah ke jorong-jorong yang lainnya, semuanya berjumlah
12 orang.
Selanjutnya dalam setiap Jorong diangkat masing-masing 4 orang Pangka Tuo Nagari yang secara kelembagaannya seluruhnya disebut Panghulu nan Duopuluah sebagai berikut:
1. Jorong Mandiangin - Dt. Malako Basa suku Pisang
2. Jorong Koto Salayan - Dt. Nan Basa suku Pisang
3. Jorong Guguak Panjang - Dt. Nagari Labiah suku Jambak
4. Jorong Aur Birugo - Dt. Majo Nan Sati suku Guci
5. Jorong Tigo Baleh - Dt. Mangkudun suku Guci
Selang beberapa lama kemudian terbentuklah secara mufakat Penghulu nan Duo Puluah Anam, yaitu suatu lembaga yang akan menjalankan adat di Kurai Limo Jorong. Lembaga ini terdiri dari 26 orang penghulu, yaitu:
"Penghulu nan Balimo" atau sekarang disebut Pucuak Nan Balimo
Disamping itu ada lagi yang disebut "Pangka Tuo Nan
Saratuih", yaitu Niniak Mamak yang di masing-masing jorong berfungsi
sebagai Pangka Tuo Kubu, Pangka Tuo Hindu, Pangka Tuo Kampuang dan Pangka Tuo Banda.
Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu berkuasa di tempatnya (kubu) masing-masing. Pangka Tuo Kubu yang tertinggi adalah Dt. Samiak dan Dt. Balai.
Pangka Tuo Kampuang berkuasa di kampung
masing-masing, bekerja sama dengan Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu.
Dt. Panduko Sati (Tanjuang) adalah Pangka Tuo Kampuang yang tertinggi
di Kurai.
Pangka Tuo Banda adalah terutama berfungsi di daerah persawahan, yaitu diangkat untuk mengatur secara teknis pembagian air ke sawah-sawah.
Pangka Tuo Nagari yang berkuasa penuh di
Jorong (nagari) masing-masing dibantu serta bekerjasama dengan Pangka
Tuo Kampuang, Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu. Dalam kerjasama
tersebut dipimpin oleh Penghulu Pucuak yang ada dalam Jorong yang bersangkutan.
Dengan demikian maka tingkatan kepenghuluan di Kurai Limo Jorong adalah sebagi berikut:
1. Penghulu Pucuak Nan Balimo
Pangka Tuo Banda tidak termasuk dalam tingkatan
kepenghuluan karena penghulu ini hanya mempunyai tugas dan kewajiban
khusus menyangkut teknis pengairan dan tidak mempunyai wewenang dan
tanggung jawab dari segi adat.
Semuanya itu disebut Niniak Mamak nan Balingka Aua yang dengan Panghulu nan Duo Puluah Anam merupakan Pucuak Bulek Urek Tunggang dalam Lembaga Kerapatan Adat Kurai Limo Jorong.
Semua penghulu disebut "nan gadang basa batuah".
Yang meng"gadang"kan adalah bako dan anak pusako, yang mem"basa"kan
adalah nagari dan yang me"nuah"kan adalah anak kamanakan.
Pucuak nan Balimo adalah pimpinan adat tertinggi di Kurai Limo Jorong yang aggotanya terdiri dari:
- Dt. Bandaharo suku Guci
- Dt. Yang Pituan suku Pisang - Dt. Sati suku Sikumbang - Dt. Rajo Mantari suku Jambak - Dt. Rajo Endah suku Tanjuang
Pucuak Bulek nan Balimo diketuai oleh Dt. Bandaharo. Setiap
keputusan yang telah dimufakati oleh Penghulu Pucuak nan Sembilan serta
Penghulu Pucuak nan Duo Baleh mula-mula dihantarkan kepada Dt. Rajo
Endah, kemudian diteruskan kepada Dt. Rajo Mantari, selanjutnya kepada
Dt. Sati dan kemudian kepada Dt. Yang Pituan sebelum akhirnya kepada Dt.
Bandaharo untuk diputuskan secara bulat, sarupo pisang gadang, dibukak
kulik tampak isi, lalu dimakan habih-habih.
Dt. Bandaharo disebut pusek jalo pumpunan ikan, mamacik kato nan bulek. Juga dikenal sebagai nan basawah gadang.
Dt. Yang Pituan, dikenal sebagai nan batabuah larangan karena
tugasnya untuk mengumpulkan / memanggil seluruh ninik-mamak / penghulu
Kurai Limo Jorong untuk hadir dalam suatu acara adat, dibantu oleh Dt.
Panghulu Sati dan Dt. Panghulu Basa.
Dt. Sati, dikenal sebagai nan bapadang puhun atau bapadi sakapuak
hampo, baameh sapuro lancuang dan tetap di Campago, Mandiangin, sehingga
disebut juga gadang sabingkah tanah di Mandiangin.
Dt. Rajo Mantari, dikenal sebagai nan baguguak panjang dan dikatakan gadang sabingkah tanah di Guguak Panjang.
Dt. Rajo Endah, dikenal sebagai nan babonjo baru (di daerah Tarok).
Panghulu Pucuak nan Sambilan berfungsi untuk membulatkan keputusan
hasil mufakat Panghulu nan Duo Baleh, bulek sarupo Inti, sebelum
dihantarkan kepada Pucuak Bulek nan Balimo. Yang termasuk Panghulu nan
Sambilan adalah:
- Dt. Pangulu Sati suku Tanjuang
- Dt. Maharajo suku Guci - Dt. Batuah suku Sikumbang - Dt. Kayo suku Jambak - Dt. Sinaro suku Simabua - Dt. Putiah suku Pisang - Dt. Nan Baranam suku Salayan - Dt. Bagindo Basa suku Koto - Dt. Rajo Mulia suku Pisang
Dt. Pangulu Sati adalah pimpinan adat Panghulu nan Sambilan.
Dt. Maharajo menguatkan pimpinan adat, memimpin penyelesaian masalah-masalah adat dibantu oleh Dt. Batuah dan Dt. Kayo.
Dt. Panghulu Sati, Dt. Maharajo, Dt. Batuah dan Dt. Kayo disebut
manti atau Basa Ampek Balai, yang berfungsi untuk mengambil keputusan
menurut adat.
Dt. Sinaro bersama-sama Dt. Putiah mengambil keputusan menurut
adat, salangkah indak lalu, satapak indak suruik, maampang tuhua mamakok
mati dan buliah suruik lalu.
Dt. Nan Baranam dikenal bataratak bakoto asiang.
Dt. Bagindo Basa dikenal baparik bakoto dalam.
Dt. Rajo Mulia dikenal sebagai nan bungsu dari nan sambilan.
Panghulu Pucuak nan Duo Baleh berfungsi untuk merumuskan keputusan
hasil mufakat Panghulu nan Sambilan, mamicak-micak sarupo Pinyaram,
sebelum dihantarkan kepada Panghulu Pucuak nan Sambilan. Yang termasuk
Panghulu nan Duo Baleh adalah:
- Dt. Malaka suku Guci
- Dt. Pangulu Basa suku Sikumbang - Dt. Simajo Nan Panjang suku Tanjuang - Dt. Rangkayo Nan Basa suku Jambak - Dt. Garang suku Koto - Dt. Bagindo suku Pisang - Dt. Tan Muhamad suku Salayan - Dt. Nan Angek suku Pisang - Dt. Panjang Lidah suku Simabua - Dt. nan Labiah suku Pisang - Dt. Palimo Bajau suku Tanjuang - Dt. Tumbaliak suku Guci
Dt. Bagindo, dalam acara Mendirikan Penghulu adalah penghulu yang
pertama menerima bagian daging dan tidak seperti untuk penghulu yang
lainnya daging tersebut dicincang terlebih dahulu. Dt. Bagindo juga
berfungsi menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara
penghulu-penghulu di Kurai Limo Jorong. Disamping itu setiap kali
mengadakan pertemuan antara penghulu-penghulu, untuk acara apapun, Dt.
Bagindo juga berfungsi menyediakan makanan/minuman. Untuk itu Dt.
Bagindo mempunyai sawah paduan yaitu sawah yang hasilnya oleh Dt.
Bagindo digunakan untuk membiayai penyelenggaraan setiap pertemuan
tersebut. Dt. Bagindo dibantu oleh Dt. Putiah dan Dt. Rajo Mulia.
Dt. Simarajo Nan Panjang pada masa dahulu adalah penghulu yang
jabatannya menguasai semua kubu-kubu di Kurai Limo Jorong dan
menjagainya.
Dt. Nan Angek dan Dt. Putiah disebut urang Pisang ampek rumah.
Dt. Panghulu Basa dan Dt. Batuah disebut bagobah di Balai Banyak.
Dt. Garang dan Dt. Bagindo Basa baparik Koto Dalam.
Dt. Tan Muhamad disebut babingkah tanah dan adalah panghulu yang bungsu di antara Panghulu Nan Duo Baleh.
Termasuk juga dalam Panghulu Nan Duo Baleh adalah Dt. Batuduang
Putiah (Pisang), Dt. Nan Laweh (Pisang), Dt. Asa Basa (Jambak) dan Dt
Majo Basa (Jambak). Kalau ada acara meresmikan Pangka Tuo Banda secara
adat, maka ke-empat penghulu ini bekerjasama satu sama lain menjadi
cancang mahandehan, lompek basitumpu. Yang tertinggi atau sebagai
pimpinan dalam kerjasama di antara ke-empat penghulu ini, adalah Dt.
Batuduang Putih.
Acara adat mendirikan penghulu adalah acara adat dalam rangka
"mengukuhkan" pemakaian gelar pusaka oleh seseorang yang sebelumnya
telah dicalonkan menjadi seorang Penghulu/Ninik mamak sehingga untuk
selanjutnya penghulu yang bersangkutan berwenang dan bertanggung-jawab
melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam menjalankan adat sesuai
menurut tingkatannya di Kurai Limo Jorong.
Umumnya acara adat mendirikan penghulu diadakan dalam bentuk
sebuah perhelatan di sebuah Rumah Gadang yang sekurang-kurangnya
berukuran tigo ruang. Rumah Gadang yang digunakan tersebut batirai
balangik-langik, batabia bapaka, badulang badalamak, bacerek bacarano,
baaguang batalempong, bamarawa bagaba-gaba, bapayuang-panji
bapaga-jendela.
Setiap rumah gadang terdiri dari tigo ririk dan tempat duduk para
penghulu diatur oleh juaro sesuai menurut kategori masing-masing
penghulu sebagai Panghulu Nan Tigo Baleh, yaitu:
Ririk Satu, yaitu di sebelah biliak (ruang tidur) adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam.
Ririk Duo, yaitu sebelah pintu ke kanan adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Tujuah.
Ririk Tigo, yaitu di ruang tengah adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam & Nan Tujuah.
Tergantung tingkatan gelar pusaka yang akan dikukuhkan, acara perhelatan adat Mendirikan Penghulu dibedakan atas:
Mendirikan Panghulu Pucuak Nan Balimo dan atau Panghulu Pucuak Nan Sambilan
Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor kerbau dan satu
ekor sapi. Daging kerbau untuk dibagi-bagikan kepada seluruh Ninik
Mamak di Kurai Limo Jorong, sedangkan daging sapi untuk dimasak dan
kemudian dimakan habis.
Mendirikan Panghulu Nan Duo Baleh
Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor Sapi untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.
Mendirikan Panghulu Urek Tunggang
Acara ini diselenggarakan cukup dengan menyediakan kepala kerbau untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.
Dilihat dari sifat dan latar belakang diadakannya, acara mendirikan Panghulu dapat dibedakan lagi sebagai berikut:
Patah Tumbuah, Hilang Baganti
Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang
bersangkutan telah meninggal dunia. Patah tumbuah artinya dari yang
patah itu tumbuh penggantinya, yaitu dari kapalo ka bahu, dari mamak ka
kamanakan artinya calon penggantinya adalah generasi langsung dalam
garis keturunan ibu. Hilang Baganti artinya bila tidak ada lagi generasi
yang berikutnya secara langsung dari garis keturunan ibu atau disebut
sudah punah, maka dicarikan penggantinya yang sagagang atau yang yang
basabalahan gagang dari penghulu yang meninggal. Gelar pusaka yang
bersangkutan dipakaikan kepada calon penggantinya pada waktu memandikan
jenazah dan acara Mendirikan Penghulu dilkasanakan pada waktu "tanah
pemakaman masih merah". Acara ini dilaksanakan menurut adat disebut
sasukek hanguih, sarandam basah, artinya "perhelatan sekali habis".
Hiduik Bakarilahan, Mati Batungkek Budi
Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang
bersangkutan, oleh karena sesuatu hal perlu diganti atau dipindahkan
gelarnya kepada orang lain. Hiduik bakarilahan artinya penghulu yang
bersangkutan sudah tidak kuasa lagi memikul tugas dan tanggung-jawab
menjalankan adat, bukik nan didaki alah tinggi, lurah nan dituruni alah
dalam. Acara perhelatannya menurut adat balapiak basah badaun cabiak
(seperti perhelatan menyempurnakan penghulu). Yang dimaksud mati
batungkek budi adalah dari mamak ke kemenakan atau ke cucu dan
seterusnya dari garis keturunan ibu. Acara perhelatannya sama dengan
acara perhelatan patah tumbuh hilang baganti.
Gadang Balega, Pusako Basalin
Yang dikatakan gadang balega yaitu kalau seorang penghulu telah
sempurna menurut adat (telah "berhelat"), kalau dia meninggal maka gelar
pusakanya dipakaikan kepada legarannya. Yang dikatakan pusako basalain
yaitu kalau seorang penghulu meninggal maka harta pusaka peninggalannya
jatuh kepada warisnya menurut adat. Acara perhelatannya menurut adat
cukup sesuai rukun dan syaratnya seperti perhelatan menyempurnakan
penghulu.
Gadang Samparono, Tungkek Badiri
Yaitu bilamana seorang penghulu pucuak telah sempurna menurut adat
(telah "berhelat"), maka didirikan tungkek sebagai pengganti. Kalau
penghulu yang bersangkutan meninggal maka tungkek tersebut dipakaikan
kepada legarannya. Acara perhelatannya sama seperti perhelatan gadang
balega pusako basalin.
Lamah Bapandano, Condong Bapanungkek
Yaitu bilamana seorang penghulu, oleh karena sesuatu hal, tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penghulu, maka penghulu
yang bersangkutan boleh mewakilkannya kepada kemenakan atau cucunya,
akan tetapi wewenang dan tanggung jawab adat tetap dipegang oleh
penghulu yang bersangkutan. Acaranya boleh dengan perhelatan besar atau
kecil asal balapiak basah badaun cabiak.
Mambangkik Batang Tarandam
Yaitu memakaikan gelar pusaka yang sudah lama tidak dipakai.
Perhelatannya boleh besar atau kecil atau cukup dengan bertahlil saja.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar