perkembangan kerajaan - kerajaan di tanah melayu seperti tertekan setelah KERAJAAN KANDIS di taklukan pasukan dari KANTON / KWANTUNG - CINA, sejak itu pengaruh budha terasa sangat kuat sekali di daerah melayu, di mana kerajaan - kerajaan bawahan di wajibkan memeluk agama budha, sehingga banyak kerajaan kecil di sana telah menjadikan agama budha sebagai agama kerajaan selain agama hindu yang sudah berkembang sebelumnya, agama hindu dan aliran kepercayaan juga berkembang namun tak sepesat pengaruh budha yang datang dari negeri cina.
desa kuntu |
begitu kuatnya pengaruh cina mempengaruhi kerajaan - kerajaan yang berada di persekutuan melayu dimana mereka sebenarnya beraja ( BARAJO ) ke MINANGA TAMWAN, dan perdagangan di perairan selat melaka sekarang di kuasai oleh para pedangan cina, sehingga pedagang dari teluk persia kesulitan untuk menguasai dan masuk di perdagangan MINANGA.
KERAJAAN KUNTU ( abad ke 4 M ) di selatan pekanbaru sekarang akhirnya berada di bawah pengaruh budha dan hindu.
Pada tahun 670-730 M, terdapat dua kerajaan besar yaitu Cina di timur (beragama budha Mahayana) dan Khalifah Muawiyah di barat (beragama islam) masing-masing hendak memonopoli perdagangan, menanamkan pengaruh ekonomi dan agama. Namun politik Muawiyah lebih berhasil dibanding cina sehingga abad ke-8 agama islam(syi'ah) masuk dan berkembang di Kuntu.
Dakwah pengembangan islam terhenti selama 4 abad disebabkan Cina
merasa terganggu kepentingan ekonomi dan pengembangan agamanya, maka
Cina mengutus dua orang sarjana agama Budha yaitu : Wajaro Bodhi dan
Amogha Bajra. Sejak saat itu pedagang dari Arab dan Persi tidak datang
lagi ke Kuntu Timur. Pada masa inilah apa yang diistilahkan "Apik Tupai,
Panggang Kaluang" dimana pada saat itu penduduk kehilangan
pedoman/tuntunan agama.
Kesultanan Kuntu Kampar terletak di
Minangkabau Timur, daerah hulu dari aliran Kampar Kiri dan Kanan.
Kesultanan Kuntu atau juga disebut dengan Kuntu Darussalam di masa lalu
adalah daerah penghasil lada dan menjadi rebutan Kerajaan lain, hingga
akhirnya Kesultanan Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Singasari dan Kerajaan
Majapahit. Kini wilayah Kesultanan Kuntu hanya menjadi sebuah cerita
tanpa meninggalkan sedikitpun sisa masa kejayaan, Kesultanan Kuntu kini
berada di wilayah Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain) Kabupaten Kampar.
Kuntu di masa lalu adalah sebuah daerah
yang sangat strategis baik dalam perjalanan sungai maupun darat. Di
bagian barat daya Kuntu, di seberangnya ada hutan besar yang disebut
Kebun Raja. Di dalam hutan yang bertanah tinggi itu, selain batang
getah, juga ada ratusan kuburan tua. Satu petunjuk bahwa Kuntu dulu
merupakan daerah yang cukup ramai adalah ditemukannya empat buah pandam
perkuburan yang tua sekali sehingga hampir seluruh batu nisan yang
umumnya terbuat dari kayu sungkai sudah membatu (litifikasi). Salah satu
di antara makam-makam tua itu makam Syekh Burhanuddin, penyiar agama
Islam dan guru besar Tarekat Naqsabandiyah yang terdapat di Kuntu. Makam
itu berada dekat Batang Sebayang. Syekh Burhanuddin diperkirakan lahir
530 H atau 1111 M di Makkah dan meninggal pada 610 H atau 1191 M. Dengan
peninggalannya yang ada sampai saat ini: Sebuah stempel dari tembaga
bertuliskan Arab “Syekh Burhanuddin Waliyullah Qodi Makkatul Mukarramah”
dan Sebilah Pedang, tongkat, sebuah kitab Fathul Wahab dan sebuah
Khutbah. Sejak masuknya Syekh Burhanuddin di Kuntu mengembangkan islam
Mazhaf Syafi’i, Islam Syi’ah yang datang sebelumnya ke Kuntu kehilangan
kekuatan politik dan mundur pada tahun 1238 M.
KERAJAAN INDERA PURA
berkedudukan di PESISIR SELATAN merupakan bagian dari kerajaan pagaruyung yang paling ujung, dan ia adalah paman dari RAJA DANG TUANKU DAN CINDUA MATO, yang menjadi raja di PAGARUYUNG. kerajaan ini paling aman dari pengaruh cina dan india, dan merupakan tanah perlindungan bagi raja - raja minanga.
diperkirakan pernah muncul pada tahun 645 yang diperkirakan terletak di hulu sungai Batang Hari. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit, kerajaan ini ditaklukan oleh Sriwijaya pada tahun 682. Dan kemudian tahun 1183 muncul lagi berdasarkan Prasasti Grahi di Kamboja, dan kemudian Negarakertagama dan Pararaton mencatat adanya Kerajaan Malayu yang beribukota di Dharmasraya. Sehingga muncullah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275-1293 di bawah pimpinan Kebo Anabrang dari Kerajaan Singasari. Dan setelah penyerahan Arca Amonghapasa yang dipahatkan di Prasasti Padang Roco, tim Ekpedisi Pamalayu kembali ke Jawa dengan membawa serta dua putri Raja Dharmasraya yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dinikahkan oleh Raden Wijaya raja Majapahit pewaris kerajaan Singasari, sedangkan Dara Jingga dengan Adwaya Brahman. Dari kedua putri ini lahirlah Jayanagara, yang menjadi raja kedua Majapahit dan Adityawarman kemudian hari menjadi raja Pagaruyung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar