kita telah mengenal nama MINANGKABAU jauh sebelum kita lahir, di zaman nenek dan kakek kita juga telah mengenal nama minangkabau, jadi nama minangkabau sudah begitu lama kiranya,
lantas apa sebenarnya makna minangkabau itu? apakah sebuah kerajaan atau suku bangsa atau sebuah wilayah?
mari kita diskusikan di sini :
GUNUNG SAILAN MENJEMPUT RAJA...
“ Datuk Nyato dirajo sang diplomat”
Datuk Nyato Dirajo adalah pucuk rantau Negeri Domo Kekhalifaan Kuntu,
pada masa kurun abad ke 16 masehi pucuk Rantau Negeri Domo bernama Datuk
Andomo. Pada masa ini Datuk-datuk Serantau Kampar Kiri sudah bersepakat
untuk berdiri sendiri dalam wadah suatu kerajaan. Setelah kesepakatan
di buat maka para datuk bersepakat untuk memintah seorang anak Raja Asli
dari Raja Pagaruyuang untuk dirajakan di rantau Kampar Kiri.
Maka
Datuk Senjayo penjaga batas dari Mentulik, kemudian menjadi delegasi
dari Luak Subayang untuk menghadap ke Istana raja Pagaruyuang. Setibah
di istana raja maka disampaikanlah maksud dan tujuan kedatangan
Bangsawan Kampar Kiri ini, yaitu untuk memintah seorang anak raja yang
asli keturunan Daulat Raja Pagaruyuang, dimana anak tersebut akan
menjadi “ Bijo ” atau cikal Raja bagi kerajaan Gunung Sailan.
Setelah mendengar maksud kedatangan delegasi Pembesar Rantau Kampar Kiri
yang di kepalai oleh Datuk Senjayo. Maka Raja Pagaruyuang kemudian
mengiyakan dan merestui keinginan Datuk-datuk dari Kampar Kiri tersebut.
Adapun mengenai permintaan untuk membawah seorang anak raja yang asli
(laki-Laki) ke Rantau Kampar Kiri, Raja Pagaruyuang waktu itu juga
memberikan restunya, silakan ambil dan bawahla ke Kampar Kiri. Kemudian
Raja Pagaruyuang menunjuk kepada halaman istana Pagaruyuang waktu itu
dan berkata “ di sana ada sekumpulan anak-anak raja Pagaruyuang”
ambillah satu dan bawahla ke Negeri Tuan-tuan.
Menurut hikayat para
tetua adat, pada waktu itu di halaman istana ada sekitar 40 orang anak
laki-laki yang sedang bermain-main, maka Raja Pagaruyuang mempersilakan
untuk mencari dan memilih sendiri anak mana yang disukai oleh para Datuk
untuk dijadikan Raja di Kampar Kiri. Melihat kesempatan ini maka Datuk
Besar ketua delegasi Masyaraakat Kampar Kiri kemudian memilih seorang
anak Raja yang paling bagus dan elok raut mukanya. Anak tersebut diambil
lalu dibawah ke Rantau Kampar Kiri, lalu di duduk kan diatas tahta di
Negeri Gunung Sailan.
Sebelum di Nobatkan menjadi Raja, maka anak
raja yang dijemput tadi dilakukan upacara sembah raja. Dimana seluruh
Datuk pembesar rantau menyembah anak raja tersebut, sebagai wujud Baiat
mereka atas kepemimpinan Raja baru. Akan tetapi setelah dilakukan
upacara sembah Raja, Sang Anak Bijo Raja tersebut tiba-tiba sakit, tidak
beberapa lama kemudian sang anak menginggal dunia.
Kejadian ini
membuat gempar Rakyat serantau Kampar Kiri, dimana raja yang dijemput
kepagaruyuang tiba-tiba wafat tak tahan sembah. Maka bermusyarahlah
kembali para datuk Pembesar Rantau dimana dalam Musyawarah itu didapat
kata sepakat bahwa jika anak Raja tersebut wafat tak tahan sembah,
berarti anak tersebut bukan anak raja yang asli dari kerajaan
Pagaruyuang.
Maka diutuslah delegasi kedua yang dikepalai oleh Datuk
Singo rajo Dibanding, kembali menghadap Raja Daulat Pagaruyung, dengan
maksud yang sama yakni memintah anak raja yang asli untuk dijadikan raja
di Gunung Sailan. Setibah di istana Raja Pagaruyuang jawaban Raja tetap
sama yakni silakan dipilih dari sekumpulan anak raja Pagaruyuang yang
ada. Kemudian Datuk Singo Rajo Dibanding kembali memilih seorang anak
yang menurut hemat dan pertimbangan beliau ini adalah anak raja yang
asli. Setelah dapat maka dibawahlah kerantau Kampar Kiri, sebelum sampai
di Gunung Sailan disuatu tempat maka berhentilah datuk Singo dan
pengiring nya dan kemudian menghampiran sang Raja Muda Pagaruyuang
tersebut, kemudian bertanya apakah tuan muda adalah anak raja
Pagaruyuang..? maka sang anak tersebut mengangguk. Lalu datuk Singo
kembali memastikan agar kejadian pertama tidak terulang kembali, apakah
tuan muda, benar-benar anak Raja asli/kontan raja Pagaruyuang. Mendengar
pertanyaan tersebut maka tuan muda dari Pagaruyuang ini kemudian
menggeleng.
Mendengar jawaban sang Tuan muda dari Pagaruyuang maka
bingunglah datuk Singo, maka tuan Muda ini diberi gelar “ Rajo Ongguak
–Geleng”. Untuk memastikan bahwa anak ini bisa untuk dijadikan Raja di
Kampar Kiri, maka diadakanlah kembali upacara “sembah Raja” jika benar
dia anak Raja asli Pagaruyung asli pasti tahan sembah, kata sang Datuk.
Setelah upacara sembah raja, tidak berapa lama sang tuan muda menderita
sakit perut, tidak lama kemudian tuan Muda dari Pagaruyuang ini juga
mennggal duni. Maka bertambah bingunglah para pembesar Rantau Kampar
Kiri, dua kali menjemput Raja, kedua-duanya berakhir dengan kegagalan.
Maka dengan tekad bulat, sekali layar terkembang, pantang surut
kebelakang, maka diadakan musyawarah kembali dan dibentuklah delegasi
ketiga, untuk memimpin delegasi ketiga ini kemudian diserahkan kepada
Datuk Andomo, yakni pucuk Rantau Negeri Domo, Kekhalifaan Kuntu. Maka
berangkatlah sang Datuk pembesar rantau Kampar Kiri ini kembali ke
Istana Raja Pagaruyung dengan tekad akan mendapatkan seorang anak Raja
yang asli keturunan Raja Pagaruyuang.
Setelah sampai di Pagaruyuang,
sang datuk Andomo tidak lansung ke istana Raja, tetapi sang datuk pergi
kepasar dan membeli setandan pisang. Lalu dipikullah pisang tersebut ke
istana Raja Pagaruyung, setelah tiba di halaman istana, maka
dipanggillah semua anak-anak yang bermain dihalaman istana dan diberikan
pisang ( diumbuok dengan pisang). Anak-anak kemudian ramai berebut
pisang sang datuk, sambil membagikan pisang sang datuk mengajukan
pertanyaan kepada anak-anak tersebut, maka anak raja Pagaruyuang yang
sebenarnya. Maka anak-anak tersebut dengan polosnya menunjuk kepada
seorang anak laki-laki yang sedang duduk di pingir lahaman istana. Anak
tersebut tidak ikut berebut pisang sang datuk.
Maka Datuk Andomo
memperhatikan gaya anak-anak istana ini memakan pisang, ada yang lansung
dibuka dan dibuang kulitnya. Kemudian buah pisang lansung dimakan oleh
anak-anak tersebut, beragam cara memakan pisng anak-anak istana ini.
Kemudian sang datuk mendatangi anak yang duduk dipinggir halaman dan
memperhatikan sang anak ini. Secara lahiriah sang anak terkesan
biasa-biasa saja , bahkan dilihat dari kulit sang anak berwarna agak
hitam dan rupa yang tidak terlalu tampan. Secara lahiriah tentu sang
Datuk tidak begitu yakin jika sang anak ini Tuan Muda yang sebenarnya
dari kerajaan Pagaruyuang.
Maka sang Datuk Andomo kemudian
mempersembahkan buah pisang yang dibawah nya kepada tuan muda
Pagaruyuang ini, pemberian sang datuk diterima oleh sianak. Kemudian
sang tuan muda ini membuka kulit pisang selembar demi selembar dan
menyisahkan bahagian bawahnya, karena bagian bawah itu adalah tempat
untuk memakan pisang secara berlahan. Cara ini disebut dengan tata cara
santap istana yakni disebut “ Kubak Ajo”. Melihat tatakrama sang tuan
muda Pagaruyuang ini maka yakinlah sang datuk Kampar Kiri bahwa memang
tuan bujang hitam inilah anak Raja yang asli dari Dinasti Raja
Pagaruyuang.
Kemudian sang Datuk Kampar Kiri ini , kembali menemui
Raja Pagaruyung dengan tujuang yang sama dengan dua delegasi terdahulu
yakni untuk meminta seorang anak raja yang asli keturunan lansung dari
Raja Pagaruyuang untuk dirajakan di Kampar kiri. Sebagaian mana jawaban
terdahulu seperti itulah jawaban raja Pagaruyuang yakni mempersilahkan
Datuk Andomo untuk memilih seorang anak , dari halaman istana
Pagaruyung.
Dengan diberikan izin tersebut, maka dengan cekatan
Datuk Andomo bergerak menuju tuan Muda Hitam tersebut mengapit tangannya
dan membawah Sianak kehadapan Raja Pagaruyuang, sambil berkata bahwa
dia akan membawah anak ini ke Gunung Sailan untuk dijadikan Raja di
kampar Kiri. Melihat kejadian ini maka terkejutlah sang Raja
Pagaruyuang, melihat anak laki-laki satu satunya sudah berada dalam
gengaman tangan datuk Andomo dari kampar Kiri. Malang tak dapat ditolak,
munjur tak dapat di raih, kata izin telah keluar dari mulut tuanku
Raja, tentu pantang untuk menjilat ludah yang telah terlajur dibuang.
Maka Sang Raja mengiyakan permintaan Datuk Andomo dari Kampar Kiri.
Kemudian setelah semua perlengkapan sudah siap di depan istana
pagaruyung maka Datuk Andomo kemudian akan turun dari istana Pagaruyuang
membawa sang Tuan Muda untuk dijadikan Raja di Rantau. Melihat kejadian
tersebut maka terseraklah tagis di tengah istana, dimana ibu sang Raja
Bujang menagis meraung menyaksikan putra tunggalnya di jemput terbawah
oleh Datuk-datuk dari kampar kiri. Melihat kejadian tersebut bertambah
yakinlah Sang datuk Andomo bahwa yang terbawa adalah Anak Raja Asli
Pagaruyuang. Dengan senyum kemenangan Sang Datuk Andomo kemudian
meninggalkan Istana Pagaruyuang kembali Ke Gunung Sailan.
Setibah di
Gunung Sailan Kampar Kiri, maka segeralah diadakan acara nobat Raja
melalui acara sembah Raja dan pembacaan Sumpah setia di Muarabio
tepatnya di pulau Angkako. Maka jadilah Tuan Bujang Pagaruyuang sebagai
Raja pertama kerajaan Gunung Sailan Kampar Kiri.
Kecerdikan Datuk
Andomo dalam bersiasat untuk mendapatkan anak raja yang asli dari
Pagaruyung ini menjadi legenda turun temurun di Rantau Kampar Kiri.
Sehingga Datuk Andomo pucuk Rantau Negeri Domo memperoleh kehormatan
sebagai orang Besar Raja Gunung Sailan dengan gelar Datuk Nyato Dirajo,
yakni sebagai mentri untuk urusan pemerintahan dalam negeri.
Catatan
penulis : Menurut hikayat tambo Kampar Kiri, sumpah sotie ini dibawah
oleh Raja Mangiang ke kampar kiri dari Pagaruyuang. sumpah setia ini
mengambil dasar dari sumpah setia Khadam poghiek di tanah pariangan.
sumpah sotie ini adalah perjanjian antara Datuk Besar Khalifah kampar
Kiri dan Datuk Godang (mamak pisoko rajo gunung Sailan) mewakili Rajo
Mangiang yang masih kecil dengan 13 orang Datuk delegasi dari 13 Koto
serantau Subayang..perjanjian ini disepakati di Pangkalan Tuo/ Pangkalan
serai oleh Datuk Bandaro hitam pada abad ke 16 masehi. bunyi sumpah
setia ini dibacakan di pulau Angkako di Muara Bio, tetapi di perjanjian
ini di tulis Muara Subangi ( negeri Domo). dibawah Datuk Khalifah Kuntu
Datuk Rajo Godang/ Datuk bandaro sekarang.
Sumber :1. Di sarikan dari diskusi lepas denga tokoh-tokoh adat Kampar kiri tentang tambo alam Minangkabau, Pagaruyung dan Gunung Sailan.
2. Tambo Adat Manyigi Tambo Adat Kampar Kiri Dalam Minangkabau, oleh H. Munir Junu Datuk Bandaro.
Kisah di atas di salin dari tulisan saudara Zaldi Ismet https://www.facebook.com/profile.php?id=100001476524796&fref=nf
silahkan post comment dan inputnya di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar